Atamagri adalah nama tim mahasiswa UNS yang berhasil meraih juara pertama dalam kompetisi yang digelar pada 4 April–20 Juni 2025. Tim Atamagri ini beranggotakan mahasiswa dari tiga lintas Program Studi (Prodi) di UNS, yakni Mazka Buana Hidayat dan Desnia Anindy Irni Hareva dari Prodi S1 Statistika, Muhammad Al Fathi Ayyash dari Prodi S1 Informatika, serta Aditya Wisnu Yudha Marsudi dari Prodi S1 Fisika.
Salah satu anggota tim, Wisnu, menjelaskan bahwa mereka memilih tema “Inovasi Digital untuk Indonesia”. Mereka kemudian memfokuskan tema tersebut pada bidang pertanian sebagai dasar pengembangan produk.
“Bagi kami, salah satu tantangan paling fundamental di Indonesia adalah ketahanan pangan. Isu ini sangat kompleks, dipengaruhi oleh perubahan iklim, efisiensi, dan kesejahteraan petani. Melalui Atamagri, kami mencoba menginisiasi sebuah solusi nyata. Kami tidak hanya membuat “alat”, tetapi juga membangun sistem yang membantu petani beradaptasi dan berkembang di tengah tantangan global,” ujar Wisnu kepada uns.ac.id, Senin (21/7/2025).
Konsep utama yang mereka angkat adalah ekosistem agritech (agriculture technology) yang terintegrasi. Mereka yakin bahwa permasalahan di sektor pertanian tidak dapat diselesaikan hanya dengan satu alat. Oleh karena itu, mereka mengembangkan tiga produk yang saling bersinergi untuk menciptakan solusi yang komprehensif.
Ketiga produk yang mereka ciptakan, yaitu AtamaClimatem, AtamaVis, dan AtamaSense. AtamaClimate adalah sebuah stasiun cuaca pintar berbasis IoT yang dipasang langsung di lahan. Alat ini memberikan data cuaca mikro yang akurat (suhu, kelembaban, curah hujan, dan sebagainya). Selanjutnya, AtamaVis, alat ini adalah alat pemantau di udara berupa sebuah drone yang dilengkapi AI (Computer Vision). AtamaVis ini berfungsi untuk memantau kesehatan tanaman dan mendeteksi hama dan penyakit tanaman secara dini.
Produk yang terakhir dan tidak kalah penting adalah AtamaSense. AtamaSense adalah platform aplikasi dan website yang mengintegrasikan semua data dari AtamaClimate dan AtamaVis, lalu mengolahnya untuk memberikan rekomendasi kepada petani.
Ketiga produk tersebut tercipta dari keprihatinan tim Atamagri terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi petani di lapangan. Mereka melihat bagaimana petani sering kali kebingungan akibat cuaca yang tidak menentu dan serangan hama secara tiba-tiba. Di sisi lain, solusi teknologi pertanian yang ada saat ini sering kali terlalu mahal, rumit, atau hanya menyelesaikan satu masalah kecil.
“Melihat adanya celah besar di sana, ketiga produk kami hadir untuk mengisi kekosongan tersebut. Tujuan utamanya adalah menghadirkan teknologi pertanian yang berpresisi dan dapat diakses oleh semua kalangan petani,” jelas Wisnu saat memberikan penjelasan terkait latar belakang pengembangan produk mereka.
Tim mereka turun langsung ke lapangan untuk melakukan survei dan wawancara dengan petani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di wilayah Solo Raya. Selanjutnya, mereka membagi tim menjadi dua. Tim hardware fokus merakit dan memprogram AtamaClimate, dan tim software fokus membangun platform AtamaSense dan melatih model AI untuk AtamaVis. Prototipe yang telah selesai langsung diuji coba. Tantangan terbesar mereka adalah integrasi sistem secara real-time, menghubungkan perangkat keras (IoT), model AI berbasis cloud, dan dashboard aplikasi agar dapat bekerja secara harmonis tanpa kendala.
Proses pengembangan alat tersebut juga memberikan pengalaman berharga bagi seluruh anggota tim. Mereka merasakan secara langsung cara merancang dan mengoperasikan alat bantu pertanian. Menurut Wisnu, presentasi karya di hadapan dewan juri menjadi pengalaman mendebarkan sekaligus memuaskan. Umpan balik dari para juri pun sangat berguna untuk pengembangan ketiga produk mereka ke tahap berikutnya.
Selain itu, Wisnu menerangkan bahwa kemenangan ini juga menjadi solusi sekaligus momen membanggakan bagi orang-orang di sekitar mereka. Hal ini menyadarkannya bahwa menjadi mahasiswa bukan sekadar meraih nilai akademis, tetapi menciptakan karya nyata yang bermanfaat. Ia berharap kolaborasi lintas kampus dan program pendampingan dapat terus diperluas, sehingga semakin banyak masalah yang teridentifikasi dan solusi yang lahir sesuai dengan kebutuhan setiap daerah.
“Untuk teman-teman mahasiswa, jangan ragu untuk mencoba hal-hal baru. Jangan takut gagal, karena setiap percobaan akan selalu memberikan kemenangan dalam bentuk pengalaman,” tutupnya.